Selasa, 22 April 2014

tugas PKn Negara Suriah



Sikap Indonesia dalam krisis Suriah sangat jelas, menolak kekerasan terhadap masyarakat sipil dan mendukung solusi damai yang mencerminkan aspirasi rakyat Suriah. Indonesia mendukung upaya PBB dalam mencari solusi damai dan menekankan perlu dilakukan suatu konferensi internasional yang bersifat inklusif untuk menyatukan pandangan masyarakat internasional dalam masalah Suriah. Indonesia pernah menarik Duta Besar di Suriah di awal tahun ini sebagai bentuk kecaman terhadap aksi kekerasan yang terus terjadi di negara tersebut. Namun, Pemerintah Indonesia kembali mengirim Dubes Indonesia ke Suriah menyusul keberadaan personel TNI dan Polri yang tengah bertugas sebagai tim peninjau PBB di Suriah untuk memastikan keamanan dan kenyamanan mereka. Indonesia tidak akan mengusir perwakilan Suriah di Jakarta, dengan keyakinan dalam situasi yang terus memburuk kedua negara justru harus mempertahankan komunikasi untuk menyampaikan keprihatinan Indonesia terhadap Suriah. Pemerintah
Indonesia menunjukan keprihatinan terhadap pembunuhan warga sipil yang
terus terjadi dengan memanggil Kuasa Usaha Suriah untuk Indonesia, Basam al-Khatib terkait tragedi Houla.Namun Komisi I DPR menilai,
Pemerintah tidak tegas dalam mengambil kebijakan politik terhadap Suriah. Indonesia harus lebih aktif dalam upaya penyelesaian konflik di negara Timur Tengah. Sebagai negara demokratis dan negara berpenduduk Islam terbesar, Indonesia dapat berperan penting dalam menyikapiperkembangan di Suriah. Melihat kekerasan sistemik yang berkelanjutan di Suriah Pemerintah Indonesia harus mengambil sikap politik yang lebih tegas dan mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Liga Arab untuk memberikan sanksi berat kepada Pemerintahan Bashar Al-Assad. Pemerintah Indonesia memilih untuk berperan aktif dalam proses penghentian kekerasan dengan menjadi bagian dari tim peninjau PBB. Indonesia merupakan salah satu dari sejumlah negara yang diminta PBB untuk mengirimkan tim pemantau ke Suriah. PBB menilai Indonesia memiliki tenaga yang kompeten mengawasi gencatan senjata antar dua pihak bertikai di Suriah. Saat ini ada 16 perwira Indonesia baik dari Kepolisian atau TNI yang bertugas sebagai pemantau di Suriah. Tim Pemantau PBB berjumlah sekitar 300 personel. Dimulai dengan Tim Pendahulu yang terdiri dari 30 orang pemantau, termasuk 6 personel dari
Indonesia. Kemudian Tim Pemantau PBB di tahap kedua akan diperkuat sehingga berjumlah 300 personel dari berbagai negara. Dalam tahap kedua ini Indonesia pun tengah menyiapkan 10 personel
tambahan. Kebijakan Indonesia untuk tetap mempertahankan hubungan diplomasi dengan Suriah dilakukan dengan pertimbangan jumlah warga negara Indonesia yang berada di negara tersebut cukup besar. Melihat intensitas kekerasan di Suriah yang terus meningkat, keamanan WNI di negara tersebut kini menjadi perhatian Kementerian Luar Negeri. Data dari Kantor Imigrasi Suriah menyatakan terdapat sekitar 80.000 WNI di negaranya. Namun KBRI hanya mempunyai data 12.000 WNI terdiri dari diplomat, ekspatriat, mahasiswa, dan selebihnya adalah TKI informal. Konsentrasi terbanyak warga Indonesia ada di ibukota Damaskus dan Allepo yang merupakan kota bisnis terbesar kedua di Suriah. Sejak bulan
Januari lalu, Pemerintah Indonesia telah mulai melakukan evakuasi secara bertahap terhadap WNI di Suriah yang kondisi keamanannya telah terancam. Evakuasi bertahap dilakukan karena banyak WNI terutama Tenaga Kerja Indonesia Pekerja Laksana Rumah Tangga (TKI PLRT) yang belum terdata. Selama ini KBRI kesulitan melakukan pendataan untuk mengetahui jumlah pasti mereka. Kontak dengan TKI hanya dapat dilakukan melalui hubungan telepon yang semakin sulit dilakukan karena putusnya jaringan komunikasi. Upaya menjalin kontak langsung dengan para TKI tidak dapat dilakukan tanpa surat persetujuan Kemenlu Suriah ke daerah konflik. Dalam evakuasi sembilan tahap hingga 31 Mei lalu telah 233 WNI yang dipulangkan ke Tanah Air. Proses evakuasi hanya dapat dilakukan melalui jalan darat dengan kendaraan roda empat karena rel kereta api telah hancur dan jalur penerbangan sudah ditutup. KBRI berharap WNI segera keluar dari daerah-daerah konflik karena saat ini perbatasan ke negara Yordania masih bisa dilalui. Dari Yordania para WNI tersebut akan diterbangkan ke Tanah Air. Evakuasi WNI, khususnya TKI dilaksanakan setelah semua proses yang berkaitan dengan peraturan pemerintah Suriah untuk pemulangan mereka diselesaikan. Hal ini tidak mudah dilakukan karena pada umumnya paspor TKI dipegang oleh majikan. TKI harus mendapat izin dari majikan untuk pulang dan memastikan kontrak kerja sudah berakhir dan tak tersangkut kasus kriminalitas. Sedangkan WNI yang menjadi mahasiswa di sejumlah universitas di Damaskus memilih bertahan demi menyelesaikan pendidikan mereka. Menurut mereka krisis Suriah tersebut tidak berpengaruh pada mahasiswa asing, terutama yang berasal dari Asia Tenggara.
Masyarakat internasional mengucilkan Suriah setelah krisis politik yang telah
berlangsung lebih dari 14 bulan di negara tersebut menewaskan lebih dari 7.500
orang warga negaranya. Puncak kemarahan dunia adalah terjadinya ‘Tragedi Houla’ di Provinsi Homs, dengan korban lebih dari 100 orang warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak akibat pembantaian pihak militer. Perserikatan Bangsa-Bangsa hingga saat ini belum berhasil mencari solusi damai atas masalah Suriah, sehingga upaya mengatasi krisis politik di Suriah melalui cara intervensi militer mulai dipertimbangkan. Terkait dengan krisis Suriah, Indonesia juga perlu mengambil kebijakan secara bijaksana dengan mempertimbangkan keberadaan WNI yang ada di Suriah.



Hassan Rohani, Presiden Iran menyatakan solusi krisis Suriah harus dilakukan dalam kerangka kerjasama dan peran negara-negara berpengaruh China mendesak pihak-pihak di Suriah untuk mematuhi solusi politik untuk menggabungkan dan mendukung upaya Brahimi serta menjaga momentum dari perundingan tersebut untuk mengerahkan lebih banyak upaya dalam meningkatkan perundingan dan menciptakan lingkungan eksternal yang baik." katanya menyerukan kepada masyarakat internasional Namun, konferensi internasional tentang Jenewa 2 mengungkapkan sejauh mana kemunafikan Amerika Serikat dan sekutu internasional serta regional, dan usaha mereka untuk meningkatkan situasi tersebut di Suriah dan menggagalkan penyelesaian politik untuk berbagai potensi konflik.